Me n My Life

I am a simple woman, but I have the perfect family that gives me strength to live this life

Sabtu, April 02, 2011


I.   DEFINISI, TUJUAN, DAN ASPEK LAIN DARI HUKUM EKONOMI


A.    PENGERTIAN HUKUM
Kata “hukum” mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sanksi terhadap pelanggarnya. Para ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari berbagai sudut yang berlainan dan titik beratnya. Berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lain, karena itu tidak ada kesatuan atau keseragaman tentang definisi hukum, antara lain di bawah ini:
a.    Menurut Van Kan
Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
b.   Menurut Utrecht
     Hukum merupakan himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
c.    Menurut Wiryono Kusumo
     Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.
Dari pendapat para ahli hukum belum terdapat satu kesatuan mengenai pengertian hukum, namun dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum memiliki beberapa unsur yaitu :
a. Adanya peraturan/ketentuan yang memaksa
b. Berbentuk tertulis maupun tidak tertulis
c. Mengatur kehidupan masyarakat
d. Mempunyai sanksi.
Peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat mempunyai dua bentuk yaitu tertulis dan tidak tertulis. Peraturan yang tertulis sering disebut perundang undangan tertulis atau hukum tertulis dan kebiasan-kebiasaan yang terpelihara dalam kehidupan masyarakat. Sedang Peraturan yang tidak tertulis sering disebut hukum kebiasaan atau hukum adat.

B.     TUJUAN HUKUM
·    Teori Etis
Teori etis mengajarkan,bahwa hukuman itu semata mata menghendaki keadilan. Teori yang mengajarkan tentang hal itu dinamakan teori etis, karena menurut teori-teori itu,isi hukum semata mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Teori ini menurut Prof.van Apeldoorn berat sebelah,karena ia melebihkan kadar keadilan hukum,sebab dia cukup memperhatikan keadaan yang sebenarnya.
Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum semata mata menghendaki keadilan, jadi semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya,maka ia tak dapat membentuk peraturan peraturan umum. Tak adanya peraturan umum berarti ketidaktentuan yang sungguh sungguh mengenai apa yang disebut adil dan tidak adil. Dan ketidaktentuan inilah yang selalu mengakibatkan keadaan yang tidak teratur.
Dengan demikian hukum harus menentukan peraturan umum,harus menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang menyamaratakan; keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang sendiri. Oleh karena itu kadang-kadang pembentukan undang-undang sebanyak mungkin memenuhi ketentuan tersebut dengan merumuskan peraturan-peraturanya sedemikian rupa,sehingga hakim diberi kelonggaran yang besar dalam melakukan peraturan-peraturan tersebut atas hal hal yang khusus.
·    GENY
        Dalam “science et technique en droit prive positif,” Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur dari pada keadilan disebutkannya “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
·    BENTHAM ( TEORI UTILITIS )
Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduktion to the morals and legisiation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata mata apa yang berfaedah bagi orang. Dan apa yang berfaedah kepada orang yang satu,mungkin merugikan orang lain,maka menurut teori utilitis,tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak banyaknya pada orang sebanyak banyaknya. Kepastiaan melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum. Dalam hal ini ,pendapat Bentham di titik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum,namun tidak memperhatikan unsur keadilan.
Sebaliknya Mr J.H.P.Befroid dalam bukunya “Inleiding tot de Rechtswetenschap in Nederland”mengatakan : “De inhoud van het recht dient te worden bepalald onder leiding van twee grondbeginselen,t.w.de rechtvaardigheid en de doeatigheid (isi hukum harus ditentukan menurut dua asas ,yatu asas keadilan dan asas faedah).
Dalam buku “Inleiding tot de Rechtwetenschap” Prof.van Kan menulis antara lain sebagai berikut : “Jadi terdapat kaedah-kaedah agama,kaedah-kaedah kesusilaan,kaedah-kaedah kesopanan,yang semuanya bersama-sama ikut berusaha dalam penyelenggaraan dan perlindungan kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat.
Apakah itu telah cukup? Tidak ! Dan tidaknya karena dua sebab yaitu :
a.    Terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur baik oleh kaedah-kaedah agama,kesusilaan maupun kesopanan,tetapi ternyata memerlukan perlindungan juga;
b.   Juga kepentingan-kepentingan yang telah diatur oleh kaedah-kaedah tersebut diatas,belum cukup terlindungi.
Oleh karena kedua sebab ini kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat tidak cukup terlindungi dan terjamin,maka perlindungan kepentingan itu diberikan kepada hukum.Selanjutnya Prof. van Kan mengatakan,bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Jelas disini,bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hokum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden),tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara,harus diselesaikan melalui proses pengadilan,dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia dalam masyarakat, dalam tujuan tersebut hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai, dimana hukum bertugas :
þ  membagi hak dan kewajiban antara perorangan di dalam masyarakat,
þ  membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum,
þ  menciptakan suasana kepastian hukum dan adil dalam masyarakat.
þ  menjaga ketertiban dan keamanan.

C.     KODIFIKASI HUKUM
Kodifikasi hukum ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas :
a). Hukum Tertulis (statute law, written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan. dan;
b). Hukum Tak Tertulis (unstatutery law, unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
a. Jenis-jenis hukum tertentu
b. Sistematis
c. Lengkap
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a. Kepastian hukum
b. Penyederhanaan hukum
c. Kesatuan hukum.
Contoh kodifikasi hukum:
½ Di Eropa :
F Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565.
F Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis dalam tahun 1604.
½ Di Indonesia :
F Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
F Kitab Undang-undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)
F Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Jan 1918)
F Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (31 Des 1981) 
D.    HUKUM EKONOMI 
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Lahirnya hukum ekonomi disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Di seluruh dunia hukum yang berfungsi mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
Rochmat Soemitro memberikan definisi, hukum ekonomi merupakan sebagian keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan ekonomi di mana saling berhadapan kepentingan masyarakat.
Sedang Sunaryati Hartono menyatakan hukum ekonomi indonesia adalah keseliruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia. Sunaryati hartono juga membedakan hukum ekonomi Indonesia ke dalam dua macam, yaitu:
a. Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal).
b. Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).

E.     Luas Lingkup Hukum Ekonomi
Dalam teori hukum, istilah “Hukum Ekonomi” merupakan terjemahan dari
Economisch Recht (Belanda) atau Economic Law (Amerika). Sekalipun demikian,
pengertian atau konotasi Economisch Recht di Belanda ternyata berbeda dengan
arti Economic Law di Amerika Serikat. Sebab pengertian Economisch Recht (Belanda) sebenarnya berasal dari istilah Droit E’conomique (Perancis) yang sebelumnya dipakai oleh Farjat yang setelah Perang Dunia Kedua berkembang menjadi Droit de l’economie.
Adapun Droit E’conomique adalah kaidah-kaidah hukum Administrasi Negara
(terutama yang berasal dari kekuasaan eksekutif) yang mulai sekitar tahun 1930an
diadakan untuk membatasi kebebasan pasar di Perancis, demi keadilan ekonomi
bagi rakyat miskin, agar tidak hanya mereka yang berduit saja yang dapat
memenuhi kebutuhannya akan pangan, tetapi agar rakyat petani dan buruh juga
tidak akan mati kelaparan.
Krisis ekonomi dunia yang dikenal dengan nama
“malaise” di tahun 1930an itulah yang mengakibatkan adanya koreksi terhadap
faham “pasar bebas”, karena ternyata pemerintah Perancis merasa wajib untuk
mengeluarkan peraturan Hukum Administrasi Negara yang menentukan harga
maksimum dan harga minimum bagi bahan-bahan pokok maupun menentukan izin-izin
Pemerintah yang diperlukan untuk berbagai usaha di bidang ekonomi, seperti
misalnya untuk membuka perusahaan, untuk menentukan banyaknya penanaman
modal; dan didalam usaha apa modal ditanamkan; untuk mengimpor atau
mengekspor barang, kemana, seberapa dan sebagainya. Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara seperti itu dicakup dengan nama Droit E’conomique (atau Hukum Ekonomi dalam arti sempit).

F.   PERBEDAAN HUKUM EKONOMI DAN HUKUM DAGANG.
Hukum ekonomi merupakan kajian baru yang berawal dari konsep kajian hukum dagang. Jadi embrio dari hukum ekonomi adalah kajian hukum dagang dan perkembangan pada bagian dari hukum perdata. Kajian hukum perdata, dalam hal ini hukum dagang, selalu mempunyai tekanan utama pada perikatan para pihak (hubungan hukum para pihak) dan tekanan utama pada hak dan kewajiban para pihak. Pengkajian hukum dagang juga dikaji dengan pendekatan mikro saja sehingga hukum dagang berada dalam ranah privat. Sedang hukum ekonomi tidak hanya dikaji dari hukum perdata saja tapi harus dikaji dari banyak aspek sehingga membutuhkan metode pendekatan yang berbeda dari kajian hukum dagang atau perdata umumnya. Hukum ekonomi mempunyai kajian dengan pendekatan makro dan mikro.
Kajian yang berkonsep makro maksudnya ialah kajian hukum terhadap setiap hal yang ada kaitannya dengan kegiatan pelaku ekonomi secara makro, dalam bagian ini ada campur tangan negara terhadap kegiatan tersebut sehingga tercapai masyarakat ekonomi
yang sehat dan wajar (ruang lingkup publik). Sedangkan kajian yang berkonsep mikro maksudnya ialah kajian yang mempunyai wawasan khusus terhadap hubungan-hubungan yang tercipta karena adanya hubungan hukum para pihak yang sifatnya nasional, kondisional, situasional (ruang lingkup hukum privat). Dengan demikian hukum ekonomi berada dalam ranah atau mengacu pada hukum privat dan publik.
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.

sehingga pada
gilirannya baik Sistem Ekonomi Nasional maupun Sistem Hukum Nasional akan
semakin mantap dalam perspektif Pembangunan yang Berkelanjutan.
Tentu saja sistem ekonomipun harus juga mendukung pembangunan sistem
hukum secara positif, agar sistem hukum itu dapat lebih lagi mendukung
pembangunan sistem ekonomi nasional secara positif, dan seterusnya. Tidak
seperti dimasa lalu ketika pambangunan hukum diabaikan, dilanggar, bahkan
diinjak-injak oleh pelaku ekonomi maupun DPR dan Penguasa, tetapi berteriakteriak
menuntut adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum, begitu krisis
moneter mengancam kelangsungan kehidupan dan pembangunan ekonomi,
yang nota bene disebabkan oleh sikap arogan para ahli dan pelaku ekonomi
sendiri, seakan-akan Hukum hanya merupakan penghambat pembangunan ekonomi
saja.
Hukum Sebagai Sistem
Biasanya orang hanya melihat dan bahkan terlalu sering mengidentikan hukum
dengan peraturan hukum atau/bahkan lebih sempit lagi, hanya dengan undang –
undang saja.
Padahal, peraturan hukum hanya merupakan salah satu unsu saja dari
keseluruhan sistem hukum, yang terdiri dari 7 (tujuh) unsur sebagai berikut :
a. asas-asas hukum (filsafah hukum)
b. peraturan atau norma hukum, yang terdiri dari :
1. Undang-undang
2. peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang
3. yurisprudensi tetap (case law)
4. hukum kebiasaan
5. konvensi-konvensi internasional
6. asas-asas hukum internasional
c. sumber daya manusia yang profesional, bertanggung jawab dan sadar
hukum
d. pranata-pranata hukum
e. lembaga-lembaga hukum termasuk :
1. struktur organisasinya
2. kewenangannya
3. proses dan prosedur
4. mekanisme kerja
f. sarana dan prasarana hukum, seperti ;
1. furnitur dan lain-lain alat perkantoran, termasuk komputer dan sistem
manajemen perkantoran
2. senjata dan lain-lain peralatan (terutama untuk polisi)
3. kendaraan
4. gaji
5. kesejahteraan pegawai/karyawan
6. anggaran pembangunan, dan lain-lain
g. budaya hukum, yang tercermin oleh perilaku para pejabat (eksekutif, legislatif
maupun yudikatif), tetapi juga perilaku masyarakat (termasuk pers), yang di
Indonesia cenderung menghakimi sendiri sebelum benar-benar dibuktikan
seorang tersangka atau tergugat benar-benar bersalah melakukan suatu
kejahatan atau perbuatan tercela.
Maka sistem hukum terbentuk oleh sistem interaksi antara ketujuh unsur di atas itu,
sehingga apabila salah satu unsurnya saja tidak memenuhi syarat, tentu seluruh
sistem hukum tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Atau apabila salah satu
unsurnya berubah, maka seluruh sistem dan unsur-unsur lain juga harus berubah.
Dengan kata lain : perubahan undang-undang saja tidak akan membawa perbaikan,
apabila tidak disertai oleh perubahan yang searah di dalam bidang peradilan,
rekruitmen dan pendidikan umum, reorganisasi birokrasi, penyelarasan proses dan
mekanisme kerja, modernisasi segala sarana dan prasarana serta pengembangan
budaya dan perilaku hukum masyarakat yang mengakui hukum sebagai sesuatu
yang sangat diperlukan bagi pergaulan dan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara yang damai, tertib dan sejahtera.
Kehidupan Ekonomi sebagai Sistem atau Tatanan
Pada gilirannya ekonomipun merupakan suatu sistem. Prof. Heinz Lampert dalam
buku yang berjudul “Ekonomi Pasar Sosial: Tatanan Ekonomi dan Sosial Republik
Federasi Jerman” 1 membedakan antara :
a. tatanan dari suatu perekonomian nasional yang sedang berjalan atau tatanan
ekonomi efektif yang menjabarkan keadaan, kejadian dan karena itu bersifat
deskriptif;
b. tatanan yang diharapkan, atau tatanan ideal atau konsep tatanan kebijakan.
Di dalam kaitannya dengan Hukum Ekonomi (Economic Law, bukan economic
laws), tatanan ekonomi yang disebut pertama didasarkan pada hukum positif atau
1 Konrad Adenauer Stiftung, 1994, h. 1-2
hukum yang berlaku (positive law) sedang pengertian sistem sebagai tatanan yang
ideal untuk sebagian berhubungan dengan konstitusi (UUD) dan untuk sebagian lagi
hukumnya masih harus dibangun untuk mencapai sistem ekonomi maupun sistem
hukum yang mendukungnya. Selanjutnya Heinz Lampert mengatakan bahwa “
Suatu tatanan ekonomi haruslah bersifat instrumental untuk mengatasi tiga
masalah yang terdapat dalam setiap masyarakat ekonomi, yaitu :
Pertama, fungsi perekonomian harus dijalankan dan diamankan;
Kedua, semua aktivitas ekonomi harus dikoordinasikan dengan jelas, dan
Ketiga, tatanan ekonomi harus dijadikan sebagai alat bagi pancapaian tujuan-tujuan
dasar politik.
Maka, apabila kita menganut faham Prof. Mochtar Kusumaatmadja, bahwa salah
satu fungsi Hukum adalah, untuk menyediakan jalur-jalur bagi pembangunan (politik,
ekonomi, hukum maupun sosial budaya) 2 masyarakat, maka tema ini tiada lain
adalah: “Mendeteksi kekurangan-kekurangan sistem ekonomi maupun sistem
hukum kita yang sedang berlaku sekarang ini untuk menemukan jalan dan cara-cara
bagaimana bangsa kita setahap demi setahap dapat mendekati tatanan ideal kita
DAFTAR PUSTAKA :

§      http://joeniarianto.files.wordpress.com/2008/10/sumber-sumber-hukum-compatibility-mode.pdf

§      http://ilmuhukum76.wordpress.com/2008/05/30/sumber-sumber-hukum/

§http://saepudinonline.wordpress.com


II. SUBYEK DAN OBYEK HUKUM
 
A.    PENGERTIAN SUBYEK HUKUM
Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.

B.     Jenis Subyek Hukum
*      Subyek hukum terdiri dari dua jenis :
1. Manusia Biasa ( Naturlijke Person ) ;
Sejak lahir setiap orang pasti menjadi subjek hukum, seseorang menjadi subjek hukum sampai pada saat ia meninggal. Baru setelah kematianyalah seseorang dianggap berhenti menjadi subjek hukum.
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan. Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :
a.    Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
b.   Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
·   Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
·   Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa, pemabuk atau pemboros.
·   Orang wanita dalam perkawinan yang berstatus sebagai istri.
2.  Badan hukum (rechts persoon) ;
Badan hukum (rechts persoon) ialah suatu badan usaha yang berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya. Contoh-contoh badan hukum: PT (Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan sebagainya.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
·   Didirikan dengan akta notaris.
·   Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
·   Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
·   Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.

Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk :
a.    Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
b.   Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

C.     PENGERTIAN OBYEK HUKUM
Obyek hukum menurut pasal 499 KUHP Perdata,yakni benda.
  “segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik”.

D.    Jenis Obyek Hukum
Berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
1.   Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
*      Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut :
·      Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
·      Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
*      Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
·      Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·      Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
·      Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak ini penting karena berhubungan dengan 4 hal berikut ini :
a.    Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
b.   Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
c.    Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
d.   Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang ( hak jamin ) yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Macam-macam pelunasan hutang :
1. Jaminan Umum :
a.Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b.Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihaklain.
2. Jaminan Khusus
a. Gadai adalah Hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
b. Hipotik adalah Suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan.
c. Hak Tanggungan adalah Hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
d. Fidusia adalah Suatu perjanjian accesor antara debitur dan kreditur yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atau benda bergerak milik debitur kepada kreditur. 


III.  HUKUM  PERIKATAN

A.     PENGERTIAN PERIKATAN
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dan dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum( legal relation).
Namun, sebagaimana telah dimaklumi bahwa buku III BW tidak hanya mengatur mengenai ”verbintenissenrecht” tetapi terdapat juga istilah lain yaitu ”overeenkomst”. Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam - macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis dan overeenkomst, yaitu :
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
2. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah Perutangan untuk verbintenis dan perjanjian untuk overeenkomst.
3. Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
1. perikatan.
2. perutangan.
3. perjanjian.
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
1. perjanjian.
2. persetujuan.

Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas. Perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:
a) Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
b) Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
c) Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian   pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
d) Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.

B.     Unsur-unsur Perikatan
Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan , maka dapat diuraikan lebih jelas unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
1.   Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan. Pengingkaran terhadap hubungan- hubungan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum. Sebagai contoh :
A berjanji mengajak B nonton bioskop, namun A tidak menepati janjinya.
A berjanji untuk kuliah bersama, tetapi A tidak menepati janjinya.
Suatu janji untuk bersama-sama pergi ke bioskop atau pergi kuliah bersama tidak melahirkan perikatan, sebab janji tersebut tidak mempunyai arti hukum. Janji-janji demikian termasuk dalam lapangan moral, dimana tidak dipenuhinya prestasi akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Jadi hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan.
Untuk lebih jelasnya mengetahui apakah itu sebuah perbuatan hukum atau
Bukan :
§   Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum yaitu terjadinya, berubahnya, hapusnya, beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang hukum keluarga, hukum benda, maupun hukum perorangan.
§   Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukum adalah kewajiban-kewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; perikatan adalah akibat hukum dari persetujuan.
§   Perbuatan-perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dengan mana orang yang melakukan perbuatan itu bermaksud untuk menimbulkan suatu akibat hukum.
§   Perbuatan-perbuatan hukum yang bukan merupakan perbuatan- perbuatan hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum kepada perbuatan-perbuatan, dimana orang yang melakukannya tidak memikirkan sama sekali kepada akibat-akibat hukumnya. Pada pokoknya tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum. Perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum ini dibagi lagi menjadi dua yaitu perbuatan-perbuatan menurut hukum (misalnya, perwakilan sukarela dan pembayaran tidak terutang) dan perbuatan-perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata).
§   Peristiwa-peristiwa hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum pada suatu keadaan atau peristiwa yang bukan terjadi karena perbuatan manusia : pekarangan yang bertetangga, kelahiran, dan kematian.
2. Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda. Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”. Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat perbuatan seseorang. Jadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan sebagi suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa ”dapat dinilai dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang selalu merupakan perikatan.
3. Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek- subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif. Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka pengadilan dan sebagainya. Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karena berkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi. Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur. Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
4. Objek Hukum (Prestasi)
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW).
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikan kenikmatan atas barang yang disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis, penyanyi, penari, dll. Pada perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Misalnya tidak mendirikan bangunan ditanah orang lain, tidak membuat bunyi yang bising yang dapat mengganggu ketenangan orang lain, dll.

C.     OBYEK PERIKATAN
Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu :
a. Obyeknya harus tertentu.
Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat ditentukan. Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui sah. Sebagai contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli harganya dapat ditentukan oleh pihak ketiga. Perikatan adalah tidak sah jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan. Misalnya, sesorang menerima tugas untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya dan berapa luasnya.
b. Obyeknya harus diperbolehkan
Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatan-perbuatan dan persetujuan- persetujuan adalah batal jika bertentangan dengan undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan. Di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan 1337 BW, karena selain perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan akan tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya jika bertentangan dengan undang-undang saja. objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
c. Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d. Obyeknya harus mungkin.
Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harus mungkin untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu dibedakan antara ketidakmungkinan obyektif dan ketidakmungkinan subyektif.

D.     Macam- macam Perikatan
Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat menurut syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, atau menurut jenis prestasi yang harus dipenuhi, atau menurut jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.
a)   Perikatan bersyarat, perikatan yang timbul dari perjanjian dapat berupa perikatan murni dan perikatan bersyarat.
b) Perikatan dengan ketetapan waktu
c) Perikatan alternative
d) Perikatan tanggung menanggung
e) Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
f) Perikatan dengan ancaman hukuman
g) Perikatan wajar.

E.      Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
a) Karena pembayaran
b) Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c) Karena adanya pembaharuan hutang
d) Karena percampuran hutang
e) Karena adanya pertemuan hutang
f) Karena adanya pembebasan hutang
g) Karena musnahnya barang yang terhutang
h) Karena kebatalan atau pembatalan
i) Karena berlakunya syarat batal
j) Karena lampau waktu

F.      Komparasi Antara Perikatan yang timbul Karena Perjanjian dengan Perikatan yang Timbul Karena Undang- Undang
Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang - undang atau dari perjanjian/ persetujuan. Yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dari undang- undang saja ialah perikatan- perikatan yang timbul akibat hubungan kekeluargan. Perikatan yang lahir dari undang- undang karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah pertama timbul jika seseorang melakukan sesuatu.
Sedangkan perikatan yang terjadi karena persetujuan atau perjanjian kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam- diam. Cara yang belakangan, sangat lazim dalam kehidupan sehari- hari.

G.     Debitur Dan Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban berprestasi itu biasa disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur.
Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi. Tetapi mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu, di samping kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya jika pihak lain itu disamping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbal balik.
Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak yang berkewajiban membayar sejumlah uang itu berkedudukan sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak meneriam sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar